Pemerintah sudah menyiapkan scenario kenaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi tahun 2013. Skenario ini akan diambil manakala
tren konsumsi akan melampaui kuota 46 juta kiloliter, sementara variable
terkait tak cukup memberikan kompensasi sehingga tekanan pada fiscal tak
terhindarkan.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardjojo dalam
keterangan pers di Jakarta mengatakan, salah satu perhatian utama pemerintah
tahun 2013 adalah focus mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tak
melampaui kouta yang telah ditetapkan,
yakni 46 juta kiloliter. Sebab, setiap lonjakan realisasi dari target yang
direncanakan akan membahayaka kesinambungan fiscal.
Upaya konsumsi BBM bersubsidi tidak melampaui
kuota 46 juta kiloliter adalah yang paling utama. Kalau kuota trennya jebol,
pemerintah tidak serta-merta menaikkan harga BBM bersubsidi. Artinya, jika
faktor-faktor lain yang terkait bisa
mengompensasi, jebolnya kuota masih bisa ditoleransi fiskal sehingga tidak
harus sampai ada kenaikan harga. Faktor lain itu antara lain penerimaan Negara
tinggi, harga minyak dunia rendah, dan lifting minyak tinggi.
Apabila pada kenyataannya, semua upaya kebijakan
tidak bisa mengendalikan itu,pemerintah akan menyesuaikan harga BBM.
Penyesuaian harga BBM dampaknya pasti pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan
nilai rupiah. Namun, tetap prioritas adalah mengendalika BBM.
Realisasi subsidi energy tahun 2012 mencapai 151,5
persen. Dari alokasi Rp 202,4 triliun, realisasinya Rp 306,5 triliun. Subsidi
BBM dan LPG mencapai Rp 211,9 triliun dari pagu Rp 137,4 triliun. Sementara
subsidi listrik mencapai Rp 94,6 triliun dari pagu Rp 65 triliun.
Wakil Direktur Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan
dan Energi (ReforMiner Institute) Komaidi Notonegoro menilai, scenario yang
diajukan pemerintah terkait rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebatas
normatif. Kuota BBM bersubsidi tahun 2013 sebesar Rp 46 juta kl merupakan kuota
terbesar sampai saat ini.
Sumber : Koran Kompas, Selasa 8 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar