Minggu, 02 Oktober 2011

PENYEBAB KOLAPSNYA SEBUAH BANK DAN CONTOH KASUS BANK KOLAPS

A. Penyebab Kolapsnya sebuah Bank

Sebuah bank dapat dinyatakan bermasalah atau mengalami kegagalan bila sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajiban deposan dan kreditur. Dalam menjalankan roda bisnis, bank menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito dan giro yang umumnya berjangka waktu pendek (kurang dari 1 tahun). Dana yang terkumpul tadi akan dimanfaatkan bank untuk membiayai kredit korporasi atau penempatan pada instrumen - instrumen investasi lain yang umumnya berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Secara alamiah, bank sedang mengalami yang disebut maturity gap pada struktur keuangannya. Artinya, antara kewajiban membayar dana nasabah dan hasil penempatan, jatuh temponya tidaklah sama. Sehingga bukan tidak mungkin bank akan mengalami rush oleh nasabah.

B. Contoh Kasus Bank yang mengalami Kolaps

Contoh kasus Bank yang mengalami kolaps, salah satunya adalah Bank Century. Bank Century sendiri adalah merupakan hasil merger 3 (tiga) bank, yaitu Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac.

Pada 20 November 2008, Bank Century dinyatakan gagal dan berdampak sistematik pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) serta disetujui oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 21 November 2008.

Selama ini untuk mengukur sistemik atau tidaknya sebuah bank hanya didasarkan pada penguasaan asset. Semakin besar asset sebuah bank akan semakin tinggi pula potensi sistemik bank itu bila harus ditutup. Begitu pula sebaliknya, bank dengan asset kecil maka potensi sistemiknya pun rendah.

Saat Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, salah satu latar pertimbangan karena Negara kita sedang menghadapi krisis yang sedang mendalam periode Oktober hingga Desember 2008. Bila Bank Century ditutup dalam situasi tidak kritis, dipastikan tidak berdampak sistemik.

Direktorat Penelitian dan Pengaturan Bank (DPNP) BI memakai kerangka analisis sistem Memorandum of Understanding (MoU) Uni Eropa, 1 Juni 2008. Yang salah satu bunyi petikan MoU Uni Eropa itu mengatakan bahwa ”penilaian kualitatif menjadi unsure lebih penting ketimbang informasi kuantitatif saat ini”. Pandangan MoU Uni Eropa tersebut didasarkan pada pengalaman panjang mereka dalam menangani dan mencegah krisis keuangan.

Kemudian, ada 4 (empat) aspek yang dipakai MoU Uni Eropa dalam menganalisis gagal nya sebuah bank yang diperkirakan berdampak sistemik, yaitu :
1. Institusi Keuangan
2. Pasar Keyangan
3. Sistem Pembayaran
4. Sektor Riil
Bank Indonesia (BI) menambahkan satu aspek lagi yaitu faktor psikologis pasar. Penambahn ini tak lepas dari pengalaman krisis perbankan periode 1997/1998 yang sangat kental unsure psikologi pasarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar