Strategi pembangunan ekonomi di Indonesia, khususnya sebelum tahun 1966 pada tingkat tertentu diarahkan untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi. Banyak pengamat mengatakan bahwa titik berat pembangunan pada periode itu lebih dititikberatkan pada pembangunan politik dan sangat kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Hasil dari kebijaksanaan yang diberlakukan sebagai penjabaran strategi pertumbuhan akhirnya menciptakan hyper inflasi pada akhir tahun 1965 yang merusak seluruh sektor perekonomian. Kemudian pada periode 1966-1968, strategi yang diberlakukan pada dasarnya adalah strategi pertumbuhan yang didasarkan pada ke-Indonesiaan. Dimana pada strategi pertumbuha tersebut, tidak mungkin dicapai jika tingkat hyper inflasi tidak dikehendaki terlebih dahulu. Untuk itu, pada periode ini pemerintah Indonesia memberlakukan kebijaksanaan stabilisasi dan rehabilitasi.
Strategi-strategi tersebut nampak lewat kebijaksanaan yang dilakukan, misalnya :
a) Semakin meningkatnya ketentuan Pusat dan daerah untuk membiayai pembangunan di daerah yang sifatnya padat karya.
b) Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang perkreditan khususnya sejak diperkenalkannya KIK / KMK.
c) Perhatian yang besar terhadap koperasi khususnya pada KUD.
Sementara itu sejak Repelita II, strategi pembangunan wilayah di Indonesia secara tegas ditekankan dengan dibaginya wilayah Indonesia menjadi 4 (empat) wilayah pembangunan, yaitu :
• Wilayah Pembangunan I (WP I)
• Wilayah Pembangunan II (WP II)
• Wilayah Pembangunan III(WP III)
• Wilayah Pembangunan VI (WP VI)
Pembagian wilayah ini tidak didasarkan pada pembagian secara politis yang ada. Strategi pembanguna ekonomi yang diberikan itu secara konsisten didukung oleh kebikjaksanaan ekonomi. Kemudian strategi itu juga dipertegas dengan menetapkan sasaran-sasaran atau titik berat pembangunan setiap Repelita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar