PENGARUH PEMERINTAH UNTUK MENGATASI KONDISI EKONOMI
Pemerintah memegang peranan penting dan memberi pengaruh signifikan dalam dunia ekonomi Indonesia, yang menganut sistem ekonomi Pancasila atau campuran dari sistem ekonomi liberal/pasar dan sistem ekonomi kendali sentral. Pemerintah mengontrol kegiatan-kegiatan ekonomi dan juga aktivitas expor impor, namun masih memberikan ruang bagi kreativitas dan kebebasan berusaha.
Seiring berkembangnya perekonomian dewasa ini, perekonomian dunia semakin mengarah ke sistem ekonomi liberal, dengan dibukanya free trade area dimana-mana dan kontrol pemerintah yang semakin dikurangi. Namun demikian, pemerintah tetap memegang kebijakan dalam menentukan haluan ekonomi sebuah negara. Pengaruh ini bisa dalam macam-macam hal yang berkaitan dengan ekonomi, seperti perbankan (contoh: kasus century), perdagangan, subsidi, dan lain-lain.
Sebagai salah satu pelaku pasar dunia, Indonesia tentu juga tak luput dari hantaman krisis. Indikasi krisis di Indonesia ditunjukkan oleh berbagai indikator yaitu:
1. Pasar SUN mengalami tekanan hebat tercermin dari penurunan harga SUN atau kenaikan yield SUN secara tajam yakni dari rata-rata sekitar 10% sebelum krisis menjadi 17,1% pada tanggal 20 November 2008; (catatan: setiap 1% kenaikan yield SUN akan menambah beban biaya bunga SUN sebesar Rp1,4 Triliun di APBN).
2. Credit Default Swap (CDS) Indonesia mengalami peningkatan secara tajam yakni dari sekitar 250 bps awal tahun 2008 menjadi diatas 980 bps pada bulan November 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pasar menilai country risk Indonesia yang tinggi pada saat itu.
3. Terdapat gangguan likuiditas di pasar karena peningkatan liquidity premium akibat pelebaran bid-ask spread dalam perdagangan di pasar saham, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadi capital flight;
4. Cadangan Devisa mengalami penurunan 13% dari USD 59.45 milyar per Juni 2008 menjadi 51.64 milyar per Desember 2008 yang mengindikasikan terjadi capital flight.
5. Rupiah terdepresiasi 30.9% dari Rp 9.840 per Jan 2008 menjadi Rp 12.100 per Nopember 2008 dengan volatilitas yang tinggi.
6. Banking Pressure Index (dikeluarkan oleh Danareksa Research Institute) dan Financial Stability Index (dikeluarkan oleh BI) yang sudah memasuki dalam ambang batas kritis. Banking Pressure Index per Oktober 2008 sebesar 0,9 atau lebih tinggi dari ambang normal 0,5. Sementara itu, Financial Stability Index per November 2008 sebesar 2,43 atau di atas angka indikatif maksimum 2,0. Ini menunjukkan bahwa sistem perbankan dan sistem keuangan domestik dalam keadaan genting. Semakin tinggi nilai BPI (positif), semakin vulnerable sistem perbankan negara yang bersangkutan.
7. Terdapat potensi terjadi capital flight yang lebih besar lagi dari para deposan bank karena tidak adanya sistem penjaminan penuh (full guarantee) di Indonesia seperti yang sudah diterapkan di Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Hong Kong, Taiwan dan Korea, disamping Uni Eropa.
Saat ini, pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2011 sebesar 6,4 persen atau lebih tinggi dari yang diusulkan 6,3 persen. Target tersebut didasarkan pada optimisme kondisi perekonomian saat ini. Angka ini dipandang bisa menciptakan keseimbangan ekonomi dalam satu tahun mendatang dan tidak akan menciptakan overheating bagi perekonomian.
Selain merevisi pertumbuhan, pemerintah menyepakati nilai tukar menjadi Rp 9.250 dari Rp 9.300 per dolar Amerika Serikat. Sedangkan untuk suku bunga Bank Indonesia tak berubah dari usulan sebesar 6,5 persen dan inflasi sebesar 5,3 persen. Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, penetapan target yang terlalu tinggi tanpa diimbangi dengan kekuatan domestic dan perkembangan variable ekonomi lainnya justru akan berdampak kurang baik pada perekonoian. Pemerintah, telah menyiapkan kebijakan fiskal bersifat ekspansif untuk mendukung pertumbuhan. Caranya melalui peningkatan alokasi belanja modal mencapai 28 persen pada rancangan anggaran 2011.
Alokasi anggaran pemerintah akan difokuskan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkualitas,penciptaan lapangan pekerjaan,dan pengurangan angka kemiskinan secara optimal. Untuk mencapai angka inflasi rendah (yang menurut target adalah sebesar 5,3 persen) diperlukan langkah antisipasi bersama agar sasaran angka inflasi sesuai dengan batasan yang ditetapkan, yaitu sebesar 5 persen plus-minus 1 persen. Angka inflasi tahun 2011 dipengaruhi beberapa hal, diantaranya meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi domestic, prospek melemahnya nilai tukar rupiah dibanding pada 2010, kemungkinan berlanjutnya anomali iklim, kenaikan harga komoditas pangan global, dan kemungkinan adanya penyesuaian terhadap kenaikan harga.
Untuk menjaga inflasi, pemerintah akan bekerja sama dengan beberapa instansi terkait untuk menjaga kelancaran dan keamanan arus distribusi barang dan jasa. Dalam rangka meningkatkan kelancaran distribusi barang, pemerintah meganggarkan Rp 63,6 triliun untuk mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan siperkuat skema public private partnership.
Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan menyatakan target inflasi pada tahun 2011 sebanding dengan target pertumbuhan ekonomi masuk klasifikasi optimistis. Dia menambahkan, selama 10 tahun terakhir, jika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, inflasi akan berada pada kisaran 5 persen atau lebih.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, M. Chatib Basri, menilai target pertumbuhan ekonomi tahun 2011 dinilai realistis. Hal ini terlihat dari meningkatnya impor barang modal tahun 2010. Selama Januari –Juni 2010, impor barang modal mencapai US$ 14,88 miliae atau naik 39,92 persen. Sedangkan impor bahan baku penolong mencapai US$ 55,085 miliar, naik 53,87 persen dari periode yang sama tahun 2010. Kenaikan impor barang modal adalah respons terhadap kenaikan investasi sebesar 7,9 persen selama semester pertama tahun 2010. Menurut Chatib, dengan kondisi seperti sekarang, pertumbuhan ekonomi tahun 2010 bisa mencapai 6 persen. Kondisi ini dilihat akan terus berlanjut dan semakin baik. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga masih akan ditopang oleh konsumsi yang tetap kuan, sehingga ekspor barang juga akan semakin kuat.
Sumber : Google, Koran Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar